Penggolongan Obat Tradisional


Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam penggunaannya maupun dalam perdagangan ada beberapa macam bentuk obat-obat tradisional menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional yaitu: rajangan, serbuk, pil, dodol/jenang, pastiles, kapsul, tablet, cairan obat dalam, sari jamu, parem, pilis, tapel, koyok, cairan obat luar, dan salep/krim.
a.       Rajangan
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas.
b.      Serbuk
Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok; bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik atau campurannya.
c.       Pil
Pil adalah sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.
d.      Dodol/jenang
Dodol/jenang adalah sediaan padat obat tradisional; bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya.
e.       Pastiles
Pastiles adalah sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih, umumnya berbentuk segi empat; bahan bakunya berupa campuran serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campuran keduanya.
f.       Kapsul
Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak; bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.
g.      Tablet
Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua permukaannya rata atau cembung, terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan.
h.      Cairan obat dalam
Cairan obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspense dalam air; bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik dan digunakan sebagai obat dalam
i.        Sari jamu
Sari jamu adalah cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan mengandung etanol
j.        Parem
Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperi bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian tubuh lain.
k.      Pilis
Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.
l.        Tapel
Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada seluruh permukaan perut.
m.    Koyok
Koyok adalah sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air yang dilapisi dengan serbuk simplisisa dan atau sediaan galenik, digunakan sebagai obat luar dan pemakaiannya ditempelkan pada kulit.
n.      Cairan obat luar
Cairan obat luar adalah sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi; bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar.
o.      Salep/krim
Salep/krim adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan; bahan bakunya berupa sediaan galenik yang larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep/krim yang cocok dan digunakan sebagai obat luar.

Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia dikelompokkan menjadi:
a.       Jamu
Jamu harus memenuhi kriteria:
a)      Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b)      Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris;
c)      Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata – kata: “Secara tradisional digunakan untuk …” atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran

b.      Obat Herbal Terstandar
Obat Herbal Terstandar harus memenuhi kriteria:
a)      Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b)      Klaim kasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik;
c)      Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;
d)     Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat pembuktian umum dan medium.

c.       Fitofarmaka
Fitofarmaka harus memenuhi kriteria:
a)      Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan;
b)      Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik;
c)      Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi;
d)     Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium dan tinggi.
Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Persyaratan Obat Tradisional


Persyaratan obat tradisional sebagaimana disebutkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/IMenkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional adalah mencakup:
1.      Kadar air
Kadar air dipersyaratkan untuk semua bentuk obat tradisional kecuali dodol atau jenang, cairan obat dalam, sari jamu, koyok, cairan obat luar, dan salep/krim. Kadar air obat tradisional adalah banyaknya air yang terdapat di dalam obat tradisional. Air tersebut berasal dari kandungan simplisia, penyerapan pada saat produksi atau penyerapan uap air dari udara pada saat berada dalam peredaran. Penetapan kadar air dengan gravimetri tidak dianjurkan karena susut pengeringan tersebut bukan hanya diakibatkan menguapnya kandungan air tetapi juga diakibatkan minyak atsiri dan zat lain yang mudah menguap.
Kadar air harus tetap memenuhi persyaratan, selama di industri maupun di peredaran. Upaya menekan kadar air serendah mungkin perlu mendapat pertimbangan terutama bila kandungan obat tradisional tergolong minyak atsiri atau bahan lain yang mudah menguap.
Penetapan kadar air dilakukan menurut cara yang tertera pada Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Kadar air yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 10 %.
2.      Angka lempeng total
Angka lempeng total dipersyaratkan untuk semua bentuk obat tradisional. Angka lempeng total harus ditekan sekecil mungkin. Meskipun mikroba tersebut tidak membahayakan bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena pengaruh sesuatu dapat menjadi mikroba yang membahayakan. Yang jelas angka lempeng total tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk sampai tingkat berapa industri tersebut melaksanakan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Makin kecil angka lempeng total bagi setiap produk, makin tinggi nilai pengetrapan CPOTB di lndustri tersebut
Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Angka lempeng total yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 10 kecuali pada tablet (104).
3.      Angka kapang dan khamir
Angka kapang dan khamir dipersyaratkan untuk semua bentuk obat tradisional kecuali koyok, cairan obat luar, dan salep/krim. Jumlah kapang (jamur) dan khamir yang besar, menunjukkan kemunduran dari mutu obat traditional. Kapang dan khamir akan berkembang biak bila tempat tumbuhuya cocok untuk pertumbuhan. Disamping itu kapang tertentu ada yang menghasilkan zat racun (toksin) seperti jamur Aspergilus flavus dapat menghasilkan aflatoksin.
Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Angka kapang dan khamir yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 10.
4.      Mikroba patogen
Mikroba pathogen dipersyaratkan untuk semua bentuk obat tradisional. Yang dimaksud dengan mikroba patogen ialah adalah semua mikroba yang dapat menyebabkan orang menjadi sakit, bila kemasukan mikroba tersebut. Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya mikroba seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa. ObatTradisional untuk penggunaan obat luar perlu diwaspadai adanya mikroba seperti: Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Candida albicans, Clostridium perftingens, Bacillus antracis.
Penetapan dilakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dipersyaratkan mikroba patogen adalah negatif.
5.      Aflatoksin
Tidak boleh lebih dari persyaratan yang ditetapkan. Aflatoksin selain meracuni organ tubuh bersifat karsinogenik.
Penetapan di lakukan menurut cara yang tertera pada Metode Analisis Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Aflatoksin yang dipersyaratkan tidak lebih dari 30 bpj.
6.      Wadah dan penyimpanan
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi obat tradisional yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan keamanan, kemanfaatan dan mutu, Wadah tertutup baik harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat dari luar dan mencegah kehilangan waktu pengurusan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa. Wadah tertutup rapat harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat atau lengas dari luar dan mencegah kehilangan, pelapukan, pencairan dan penguapan pada waktu pengurusan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan dengan cara biasa.
Obat tradisional harus disimpan sedemikian rupa sehingga mencegah cemaran mikroba dari luar dan terjadinya peruraian, terhindar dari pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Disimpan pada suhu kamar adalah disimpan pada suhu 15° C sampai 30° C. Disimpan ditempat kering adalah disimpan ditempat yang terhindar dari kelembaban. Disimpan terlindung dari sinar matahari adalah disimpan ditempat yang terhindar dari sinar matahari langsung.
7.      Bahan tambahan (pemanis, pengisi, pengawet)
Bahan tambahan dapat dibedakan menjadi bahan tambahan alami dan bahan tambahan kimia. Bahan tambahan kimia pada umumnya bersifat racun karena itu perlu ada pembatasan penggunaanya. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan jika tidak diperlukan agar dihindari.
8.      Keseragaman bobot (pil, serbuk)
Keseragaman bobot terutama untuk takaran tunggal perlu diperhatikan agar ketepatan takaran yang dianjurkan dapat dipenuhi. Di samping keseragaman bobot yang dipersyaratkan oleh Departemen Kesehatan ada juga persyaratan metrologi dari Departemen Perdagangan yang tujuannya bukan ketepatan takaran tetapi mencegah pengurangan jumlah, isi maupun berat.
9.      Waktu hancur
Makin cepat daya hancur pil, tablet, kapsul diharapkan makin besar dan makin cepat zat aktif yang diserap oleh tubuh. Makin besar dan makin cepat zat aktif yang diserap diharapkan makin cepat obat tradisional tersebut bereaksi di dalam tubuh, sehingga makin cepat dirasakan hasilnya
10.  Keseragaman volume (cairan obat dalam)
11.  Kadar etanol, kadar metanol (sari jamu)
12.  Penandaan
Untuk penggunaan obat luar.

Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh obat tradisional disebutkan dalam pasal 34 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.41.1384, dilarang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat, narkotika atau psikotropika, serta bahan hewan atau tumbuhan yang dilindungi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan untuk bahan baku simplisia yang digunakan untuk memproduksi obat tradisional harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan pada Materia Medika Indonesia.
Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Apoteker dalam Industri Obat Tradisional Menurut Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB)


Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. CPOTB adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara memproduksi obat tradisional agar didapat produk yang aman dengan sifat dan mutu yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki. Produk bermutu adalah produk yg memenuhi spesifikasi, identitas dan karakteristik yg telah ditetapkan. Produk yang aman adalah produk yang tidak mengandung bahan-bahan yg dapat membahayakan kesehatan /keselamatan manusia seperti menimbulkan penyakit atau keracunan. Ruang lingkup: personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan hygiene, pengolahan dan pengemasan, pengawasan mutu, inspeksi diri, dokumentasi dan penanganan terhadap hasil pengamatan produk di peredaran (BPOM, 2011).
Dalam memproduksi obat tradisional, suatu industri obat tradisonal harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi serta pengawasan mutu. Apoteker yang bekerja dalam industri obat tradisional harus memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan dalam PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan juga CPOTB yaitu:
1)      Memiliki Surat Izin Kerja (SIK)
2)      Memperoleh pelatihan yang sesuai
3)      Memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat tradisional dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional.
(BPOM RI, 2011; Presiden RI, 2009)

Dalam CPOTB dipersyaratkan untuk personalia yaitu Kepala bagian Produksi adalah seorang yang terkualifikasi dan lebih diutamakan seorang apoteker . Kepala bagian Produksi ini diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi obat tradisional, termasuk:
  1. memastikan bahwa obat tradisional diproduksi dan disimpan sesuai prosedur agar memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan;
  2. memberikan persetujuan petunjuk kerja yang terkait dengan produksi dan memastikan bahwa petunjuk kerja diterapkan secara tepat;
  3. memastikan bahwa catatan produksi telah dievaluasi dan ditandatangani oleh kepala bagian Produksi sebelum diserahkan kepada kepala bagian Manajemen Mutu (pemastian mutu);
  4. memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian Produksi;
  5. memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan
  6. memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Selain sebagai Kepala bagian Produksi, dalam industri obat tradisional seoarang apoteker juga diutamakan sebagai Kepala bagian Pengawasan Mutu dan Kepala bagian Manajemen Mutu. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam Pengawasan Mutu, termasuk:
  1. menyetujui atau menolak bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi;
  2. memastikan bahwa seluruh pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
  3. memberi persetujuan terhadap spesifikasi, petunjuk kerja pengambilan contoh, metode pengujian dan prosedur pengawasan mutu lain;
  4. memberi persetujuan dan memantau semua kontrak analisis;
  5. memeriksa pemeliharaan bangunan dan fasilitas serta peralatan di bagian Pengawasan Mutu;
  6. memastikan bahwa validasi yang sesuai telah dilaksanakan; dan
  7. memastikan bahwa pelatihan awal dan berkesinambungan bagi personil di departemennya dilaksanakan dan diterapkan sesuai kebutuhan.
Sedangkan sebagai Kepala bagian Manajemen Mutu memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan Sistem Mutu/ Pemastian Mutu, termasuk:
  1. memastikan penerapan (dan, bila diperlukan, membentuk) Sistem Mutu;
  2. ikut serta dalam atau memprakarsai pembentukan manual mutu perusahaan;
  3. memprakarsai dan mengawasi audit internal atau inspeksi diri berkala;
  4. melakukan pengawasan terhadap fungsi bagian Pengawasan Mutu;
  5. memprakarsai dan berpartisipasi dalam pelaksanaan audit eksternal (audit terhadap pemasok);
  6. memprakarsai dan berpartisipasi dalam program validasi;
  7. memastikan pemenuhan persyaratan teknik atau peraturan otoritas pengawasan obat tradisional yang berkaitan dengan mutu produk jadi;
  8. mengevaluasi/mengkaji catatan bets; dan
  9. meluluskan atau menolak produk jadi untuk penjualan dengan mempertimbangkan semua faktor terkait.
(BPOM, 2011)
Seluruh Apoteker dalam industri obat tradisional baik sebagai Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan Mutu maupun Kepala Bagian Manajemen Mutu memiliki Tupoksi utama yakni mengawal proses produksi obat tradisional pada industri obat tradisional agar produk obat tradisional yang dihasilkan efektif, aman, dan berkhasiat bagi masyarakat. 
Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS